RADARMUKOMUKO.COM - Sistem pendidikan di Indonesia saat ini masih banyak mengikuti pola dan jenjang yang diwariskan oleh Belanda, salah satu negara penjajah yang paling lama berkuasa di tanah air. Belanda mulai membangun sekolah-sekolah untuk masyarakat pribumi sejak abad ke-19, sebagai bagian dari Politik Etis yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pendidikan, irigasi, dan transmigrasi.
Pendidikan pada masa kolonial Belanda dibedakan berdasarkan ras dan golongan. Ada sekolah-sekolah khusus untuk orang Eropa, seperti Hogere Burgerschool (HBS) dan Algemene Middelbare School (AMS), yang memberikan pendidikan umum tingkat menengah atas.
Ada juga sekolah-sekolah khusus untuk orang Timur Asing, seperti Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan Hollandsch-Inlandsche School (HIS), yang memberikan pendidikan dasar dengan bahasa pengantar Belanda.
Sementara itu, sekolah-sekolah untuk orang pribumi sangat terbatas dan berkualitas rendah, seperti Desa School (DS) dan Vervolg School (VS), yang hanya memberikan pendidikan baca, tulis, dan hitung dengan bahasa daerah.
BACA JUGA:Kisah Medan Area, Rupanya Sekutu Lebih Arogan dari Belanda, Rakyat Medan Jadi Curiga Ada Apa?
BACA JUGA:Inilah Lima Suku Asli Kepulauan Riau, Bertahan Ditengah Kemajuan Batam
Pendidikan tinggi di Indonesia juga baru berkembang pada masa kolonial Belanda. Sekolah Tinggi Kedokteran Jawa (STOVIA) didirikan pada tahun 1851 sebagai sekolah kedokteran pertama di Indonesia. Sekolah ini kemudian berkembang menjadi Fakulteit der Geneeskunde (FDG) pada tahun 1927.
Selain itu, ada juga Rechtshogeschool (RHS) yang didirikan pada tahun 1924 sebagai sekolah hukum pertama di Indonesia. Sekolah-sekolah tinggi ini hanya menerima siswa pribumi yang berasal dari kalangan bangsawan atau priyayi.
Sistem pendidikan kolonial Belanda memiliki banyak kelemahan dan ketimpangan.
Pendidikan diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat pribumi, tanpa ada visi dan misi yang jelas tentang tujuan pendidikan.
Pendidikan juga dikendalikan oleh pemerintah kolonial tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.
Pendidikan hanya bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja yang setia dan patuh kepada penjajah, bukan untuk mengembangkan potensi dan kreativitas masyarakat pribumi.
BACA JUGA:Keuntungan Pinjam KUR BRI Limit Rp 40.000.000, Modal Buka Usaha Bagi Yang Baru Mulai
BACA JUGA:5 Perang Besar Hadapi Tentara Jepang Yang Dikenal Kejam Saat Menjajah Bangsa Indonesia
Pendidikan juga tidak sesuai dengan kepentingan politik dan ekonomi kolonial, sehingga tidak memberdayakan masyarakat pribumi untuk mandiri dan sejahtera.