Sang suami, Rasyid Bagindo, bertugas berjaga di luar benteng ketika terjadi penyerangan. Untuk mempersiapkan perlawanan kedua, saat pasukan Siti menggempur pertahanan Belanda di dalam benteng.
Di markas Belanda di manggopoh, sewaktu tentara belanda sedang mengadakan pesta judi dan mabuk mabukan masuklah seorang wanita cantik, yang sebenarnya adalah Siti, buruan pemberontak yang paling di cari tentara belanda.
Siti kala itu lansung membaur dengan para tentara yang sedang jamuan dan pesta.
Saat waktu sudah tepat, Siti memberi tanda pada belasan pasukan pejuag di luar dengan mematikan lampu.
Tanpa ampun Siti menghabisi puluhan tentara belanda teresebut, tercatat 53 orang tentara belanda tewas dan 2 orang berhasil melarikan diri dalam keadaan terluka parah ke lubuk basung.
Walau mengalami luka saat melakukan gerakan mundur, Siti bersama para pejuang lainnya berhasil lolos dari serangan balasan Belanda.
BACA JUGA:Titin Sumarni, Artis Idola Soekarno Yang Kaya Raya, Berujung Memilukan Habis Manis Sampah Dibuang
Sebagai wanita Siti pernah mengalami konflik batin ketika akan mengadakan penyerbuan ke benteng Belanda. Konflik batin tersebut adalah antara rasa keibuan yang dalam terhadap anaknya yang erat menyusu di satu pihak dan panggilan jiwa untuk melepaskan rakyat dari kezaliman Belanda di pihak lain.
Namun ia segera keluar dari sana dengan memenangkan panggilan jiwanya untuk membantu rakyat.
Tanggung jawabnya sebagai ibu dilaksanakan kembali setelah melakukan penyerangan. Bahkan anaknya, Dalima, dia bawa melarikan diri ke hutan selama 17 hari dan selanjutnya dibawa serta ketika ia ditangkap dan dipenjara 14 bulan di Lubuk Basung, Agam, 16 bulan di Pariaman, dan 12 bulan di Padang.
Mungkin karena anaknya masih kecil atau karena alasan lainnya, akhirnya Siti Manggopoh dibebaskan. Namun suaminya dibuang ke Manado.
Siti wafat pada 20 Agustus 1965 di Gasan Gadang, Pariaman, Sumatera Barat.
Jenazah Siti dimakamkan dengan upacara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Lolong, Padang.*