BACA JUGA:Sejarah 7 Pejuang Asing Yang Membela Indonesia, Nasibnya Begini
Dari sinilah muncul cerita bom Belanda tak meledak karena dijinakkan hizib yang dirapal Kiai Yahya kemudian masyhur.
Putra Kiai Yahya, KH Ahmad Muhammad Arif Yahya, mengatakan, pondok pesantren jadi sasaran operasi Belanda di masa kemerdekaan karena menjadi basis perjuangan rakyat. “Sampai dibom tujuh kali (oleh Belanda), tapi tidak ada yang meletus,” katanya ditemui NU Online Jatim.
Cerita berbeda tentang Kiai Yahya pernah didengar Kiai Arif dari ibundanya, Nyai Siti Khodijah. Menurut Nyai Khodijah, selama menjadi pengasuh pesantren, Kiai Yahya tidak pernah pergi ke mana-mana kecuali mengajar saja.
"Abahmu gak nangdi-nangdi, gak tau rono-rono. Nek omah mulang, bengi mesti turu karo aku (Ayahmu tidak ke mana-mana. Di rumah saja mengajar, kalau malam tidur bersama saya)," ujarnya menirukan ucapan ibundanya.
Wakil Kepala Madrasah Diniyah Salafiyah Matholi’ul Huda PPMH, Ustadz M Qusyairi menjelaskan, Kiai Yahya adalah yang sangat berjasa. Di tangannyalah PPMH maju pesat. Di masa kepengasuhan Kiai Yahya santri tidak hanya berasal dari Jawa, tapi dari provinsi lain di Indonesia.
Santri Kiai Yahya tidak hanya kalangan muda, tetapi juga orang tua. Dalam membina masyarakat, lanjut Qusyairi, tidak hanya tauhid dan fikih, tapi juga tasawuf.
Kiai Yahya sendiri adalah salah satu Mursyid Thariqah Qadiriyah Wa Naqsabandiyah di Kota Malang pada masa itu.
"Beliau dikenal masyarakat tidak hanya berjuang dari kejauhan, tetapi banyak saksi bahwa beliau juga berada di medan laga," beber Qusyairi yang juga mengajar di Universitas Negeri Malang tersebut.*