BACA JUGA:Suku-Suku yang Pernah Berperang dengan Nabi Muhammad SAW
Bendera pusaka dijahit oleh Fatmawati pada Oktober 1944, dua minggu sebelum kelahiran putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra.
Ia menjahit bendera itu setelah Jepang mengizinkan pengibaran bendera Merah Putih dan dikumandangkannya lagu Indonesia Raya.
Meski demikian, tak mudah baginya untuk mendapatkan kain tersebut.
Beruntung, ia mendapatkan bantuan dari Shimizu, orang yang ditunjuk oleh Pemerintah Jepang sebagai perantara dalam perundingan Jepang-Indonesia.
Harian Kompasedisi 16 Agustus 1975 memberitakan, kain tersebut diantarkan langsung ke rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur.
Karena kondisi kandungannya sudah mendekati kelahiran, dokter melarang Fatmawati untuk menggunakan mesin jahit kaki.
BACA JUGA:Perang Sisingamangaraja, Perlawanan Masyarakat Batak Terhadap Belanda
Ia pun terpaksa menjahit bendera itu dengan kedua tangannya.
Bendera itu pun selesai dijahit dalam dua hari dan menjadikannya sebagai yang terbesar di Jakarta setiap kali dikibarkan di halaman rumahnya.
Setahun kemudian, bendera hasil jahitan Fatmawati itu digunakan ketika upacara Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
BACA JUGA:7 Pahlawan Wanita Indonesia Yang Angkat Senjata di Medan Perang
Namun, ketika Belanda menduduki Yogyakarta pada 1948, diceritakan bendera pusaka terpaksa dibelah menjadi dua oleh Mutahar, yang ditugaskan Soekarno untuk menyelamatkannya.
Baru setelah keadaan aman, bendera itu dijahit kembali seperti semula.*