RADARMUKOMUKO.COM - Suku Huli, merupakan orang- orang asli Papua New Guinea yang ada di dataran tinggi di Pulau Laut Selatan.
Ciri khas dari masyarakat Suku Holi, warna-warna cerah cat yang menghias kuliat mereka. Mereka berbahasa Inggris, Tok Pisin dan bahasa Huli.
Pakaian tradisional Suku Huli, kaum laki-laki biasanya menghias badan mereka dengan tanah liat dan memakai penutup kepala (tampah) untuk upacara adat.
BACA JUGA:Suku Mangaia, Gadis Dianjurkan Punya Banyak Pasangan Terutama Pria Usia 13 Tahun
Selain itu mereka juga mewarnai rambut dan wajahnya, dan menambahkan bulu burung dan beberapa jenis bunga untuk menghiasi penutup kepala mereka.
Orang Eropa baru menemukan mereka pada tahun tahun 1935 dan diperkirakan mereka sudah berada disana sekitar 1.000 tahun.
Ada kemungkinin suku Huli memiliki nenek moyang yang sama dengan masyarakat Irian Jaya (Papua). Sebab ada kemiripan antara keduanya, yaitu berbadan kekar, Kulit sawo matang agak gelap dan memiliki rambut keriting.
BACA JUGA:Mengenal Suku Dogon, Manusia Bertopeng Misterius
Suku Huli dikelompokkan ke dalam marga yang disebut (hamigini) dan submarga yang disebut (hamigini emene). Marga dari suku ini mendiami wilayah tertentu dan sistem keanggotaan berdasarkan pada kekerabatan turun menurun
Submarga adalah kelompok kecil yang merupakan bagian dari marga induknya yang membentuk tatanan kemasyarakatan Suku Huli
Suku Huli juga memiliki sistem kekerabatan terbuka, Sebagai contoh seseorang yang berasal dari etnis dari suku lain dapat saja dijadikan sebagai saudara, atau adik tiri, atau sebagai sepupu, jika orang tersebut usianya sudah agak tua, bisa dianggap sebagai ibu atau ayah.
BACA JUGA:Walau Mengaku Muslim, Wanita Suku Tuareg Bisa Berzina
Dilansir dari analisadaily.com, kebiasaan yang menjadi perhatian dari Suku Huli, pria dan wanita bertempat tinggal terpisah. Anak laki-laki tinggal bersama Ibunya menjelang dewasa, setelah dewasa pindah ke rumah ayahnya.
Laki-laki yang belum menikah berkumpul bersama dalam satu kelompok di dalam sebuah rumah, kebiasaan ini saat ini sudah mulai ditinggalkan dan jarang ditemukan lagi.
Gubuk pria secara tradisional berada di tengah perkampungan, biasanya gubuk tersebut dijadikan sebagai tempat pertemuan dan kegiatan lainnya, terkadang gubuk tersebut dijadikan juga sebagai menginap atau tidur bersama.