RADARMUKOMUKO.COM – Provinsi Riau terkenal dengan lumbung Crude Palm Oil (CPO) terbesar di Indonesia. Memiliki luas lahan perkebunan sawit sekitar 2,1 juta hektare.
Perkebunan kelapa sawit di Riau, tidak hanya memanfaatkan lahan mineral, akan tetapi juga merambah kawasan gambut dan hutan lindung.
BACA JUGA:Riau Lumbung CPO Terbesar di Indonesia, Ini Dampaknya
Dari pembukaan dan pengolahan lahan gambut sebagai lokasi bercocok tanam kelapa sawit, dapat menyebabkan timbulnya masalah baru.
Sehingga banyak lahan gambut mengering, hingga mudah terbakar. Tak heran ketika sering terjadi kebakaran kawasan hutan dan lahan gambut di Riau.
“Kebakaran di Riau karena kondisi gambut kering. Dahulu tidak pernah terjadi kebakaran karena masyarakat lewat kearifan lokal dapat mengelola gambut basah meskipun mereka melalui pembakaran lahan,” kata Arifudin selaku pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Dalam kasus yang terjadi di Riau, banyak sekali perkebunan dalam sekalah kecil dibuka oleh masyarakat dari luar provinsi.
BACA JUGA:Ini Sisi Gelap Perkebunan Kelapa Sawit di Riau, Tak Seindah yang Diceritakan
BACA JUGA:Lidi Sawit Dimanfaatkan oleh Warga Riau untuk Meningkatkan Ekonomi
Kemudian, muncullah para pemukim pendatang ini yang membuka lahan di pesisir timur Riau yang merupakan lahan gambut.
Mereka memanfaatkan infrastruktur seperti Kanal yang dibangun oleh perusahaan, bahkan tak jarang mereka menduduki lahan-lahan konsesi HTI dan sawit perusahaan.
Arifudin berpendapat, terdapat dua akar permasalahan Sawit di Riau. Pertama, tentang lahan gambut kering dan yang kedua tentang rencana tata ruang wilayah provinsi yang tak kunjung selesai.
Adanya tarik-menarik tata ruang wilayah di Riau ini merupakan sebuah pengusulan pemutihan kawasan buatan yang akan dikonversikan jutaan hektare kawasan hutan yang sebelumnya berada dalam status hutan produksi konversi menjadi area penggunaan lain yang merupakan kawasan budidaya kehutanan.
BACA JUGA:APKASINDO Minta Nol-kan Pungutan CPO, Harga Sawit Makin Runtuh