RADARMUKOMUKO.COM– Pada perdagangan hari Jumat (2/6) kemarin, harga minyak kelapa sawit atau CPO di Malaysia naik 1,81% menjadi MYR3.380.
Kenaikan harga minyak kelapa sawit tersebut terjadi akibat perselisihan antara Uni Eropa dan produsen minyak apa sawit utama Indonesia dan Malaysia.
Dengan begitu, sengketa minyak sawit diperkirakan tidak akan mempengaruhi pada perbincangan perdagangan Uni Eropa, Indonesia dan Malaysia.
BACA JUGA:El Nino Semakin Mengganas, Sawit dan Padi Dipastikan Gagal Panen
BACA JUGA:Walhi Beberkan Alasan Perusahaan Internasional Memutuskan Berhenti Beli Sawit Indonesia
Adanya perselisihan antara Uni Eropa dan persen minyak sawit pertama Indonesia dan Malaysia atas undang undang Deforestasi yang baru tidak akan berpengaruh pada negoisasi kedua negara yang tertahan akibat perjanjian perdagangan bebas.
Pejabat tinggi dari Indonesia dan Malaysia beberapa waktu lalu telah berada di Brussel guna menyuarakan keprihatinan mereka atas peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang diyakini dapat merugikan usaha pertanian kecil.
Kementerian ekonomi dan kementerian perdagangan Indonesia juga tak segera menanggapi permintaan.
Hal tersebut disebabkan karena Indonesia dan Malaysia yang merupakan negara dengan penyumbang 85% dari ekspor minyak sawit global dan Uni Eropa adalah pasar terhesar ketiga merek.
BACA JUGA:Nomor Hp Lengkap Kolektor Uang Koin Kuno dan Benda Kuno, Silahkan Hubungi Segera
BACA JUGA:Petani Sawit Mesti Lebih Giat, Ada Peluang Penambahan Kuota Ekspor ke Rusia
Selain itu, kedua negara Asia Tenggara tersebut menuduh bahwa Uni Eropa telah melakukan kebijakan diskriminatif yang menargetkan minyak kelapa sawit dan Malaysia sebelumnya mengatakan dapat menghentikan ekspor nya ke Uni Eropa karena undang undang tersebut.
Adapun isi dari undang undang deforestasi ini adalah melarang menerima produk impor seperti daging sapi, kopi, kedelai, minyak sawit, dan komoditas lain ke dalam blok tersebut kecuali perusahaan dapat memberikan informasi yang dapat di Ferry fixasi bahwa produk tersebut tidak ditanam di lahan yang di tebang setelah tahun 2020.*